Tradisi Kepenulisan Di Pesantren (Tinjauan Restropektif)



Oleh: M. Ikhsanudin*

Tradisi menulis atau menyusun sebuah karya tulis (baca: kitab) di kalangan pesantren sebenarnya memiliki alur sejarah yang panjang. Ratusan tahun yang silam, para ulama’ kita banyak yang mahir menggoreskan tinta untuk menyusun sebuah kitab. Syaikh Nawawi Al-Bantany (1813-1314), ulama’ besar dari Tanara Banten, adalah seorang ulama’ yang sangat produktif di dunia tulis. Beliau berhasil menyusun 115 kitab yang sampai sekarang masih dipelajari di pesantren seluruh indonesia. Diantara karya beliau adalah Tafsir al-Munir, Nihayah az-Zain, Nashaih al-Ibad, Tijan ad-Durari, Qothrul Ghoits dan lainnya.
Ilustrasi

Ulama’ lain yang juga sangat produktif adalah syaikh Mahfud At-Tarmisiy. Beliau adalah putra KH. Abdullah yang berhasil menjadi salah satu ulama’ yang mengajar di Masjid al-Haram. Beliau mempunyai beberapa karya diantaranya adalah Mauhibah Dzil Fadhl, Manhaj Dzawi an-Nadzar, Kifayah al-Mustafid, ar-Risalah at-Tirmisiyyah dan lainnya. Dua kyai diatas adalah contoh dari ulama’ yang karya tulisnya berkibar dan berkaliber internasional.

Kita pun masih banyak memiliki ulama’ yang produktif walaupun tidak sekaliber Syaikh Nawawi dan Syaikh Mahfud. Diantara ulama’ yang poduktif didunia tulis itu adalah KH. Bisri Musthofa Rembang, KH.Muslich Mranggen, KH. Ahmad Abdul Hamid Kendal, KH.Amir Ilyas Guluk-guluk Madura dan lainnya. Bahkan di Pesantren yang kita tempati pun , kita memeliki kyai-kyai yang sangat produktif. Beliau diantaranya adalah KH.Ali Maksum terkenal dengan karyanya “Hujjah Ahli sunnah”. KH. Zainal Abidin Munawwir dengan berbagai karyanya seperti al-Muqtathafat, al-Furuq, Adabul Muta’alim, kitab ash-Shiyam dan lainnya. KH.A. Warson Munawwir dengan karya monumentalnya “Kamus Al-Munawwir”.

Bahkan yang tidak kalah kreatifnya, santri-santri di pondok kita (Krapyak) pun sangat kreatif dan produktif di dunia tulis. Saya bisa sebut beberapa orang diantaranya; Drs. Ali As’ad berhasil menelorkan beberapa karya terjemahan kitab-kitab seperti Fatkhul Muin, Ibnu Aqiel, Muhadzab, Ta’lim Muta’alim dan lainnya. Drs. H. Zuhdi Mukhdhor berhasil mensistematisasikan keputusan NU dengan uraian yang runtut dan berhasil menyusun biografi dan beberapa serpihan pemikiran KH. Ali Maksum di bidang keagamaan, sosial kemasyarakatan dan Ke-NU-an. Bahkan pada waktu itu ada juga santri yang dikenal nakal tulisan keagamannya seperti Masdar F. Mas’udi dan Sa’id Aqiel Siraj. Mereka yang dulu terkenal produktif dan kreatif ini sekarang sudah menjadi orang-orang yang berkiprah didunia mereka masing-masing.

Pertanyaan yang kemudian muncul adalah bagaimana keadaan dan tradisi kepenulisan kita sekarang ini? Apa karya-karya yang dapat kita sumbangkan untuk dunia keilmuan dari pesantren? Benarkah kreatifitas kita telah lumpuh. Pertanyaam itu tidak perlu dijawab dengan koor “tidak” tetapi bagaimana kita menjawab dengan kerja-kerja yang riel dan karya yang terbaca luas.

Bercermin dari penelitian Prof Tieu—peneliti dari negeri kincir Angin--- bahwa struktur tulis orang indonesia bukan menggunakan struktur bahasa tulis, tetapi menggunakan struktur bahasa bicara. Ini artinya di indonesia orang lebih senang bicara dari pada menulis sebuah karya. Tradisi verbal lebih diutamakan dari pada tradisi menulis. Ini maknanya kita kembali lagi kezaman jahiliyyah. Padahal islam sangat menghargai hasil karya keilmuan “tinta para ulama ’lebih utama’ dari darah para syuhada”.

Memang harus diakui bahwa upaya untuk menghasilkan sebuah karya membutuhkan kerja yang ekstra. Seorang yang akan menulis, di samping harus menguasai materi yang akan digoreskan tintanya, juga harus menguasai bahasa dan skill dasar dibidang kepenulisan. Kosa kata yang harus dimiliki oleh orang yang akan menulis minimal 1500 kata, berbeda dengan berbicara atau bercakap-cakap yang cukup dengan modal kurang dari 500 kata. Dari penguasaan kosa kata saja sudah terasa berat kalau kita ingin menjadi seorang penulis yang baik. Tetapi dengan selalu mencoba dan berlatih, yakin lah, bahwa kita dapat menjadi penulis yang kreatif dan produktif.

Menulis, kata seorang Sastrawan, laksana orang yang berlatih naik sepeda, semakin terus berlatih maka akan semakin lentur dan terstruktur dengan baik tulisan yang kita hasilkan.


*Wakil Katib Syuriah PWNU DIY.
Miror PWNU DIY Online
Share this article :
 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Portal ini dikelola oleh Lakpesdam PCNU Kota. Seluruh konten dalam portal ini berlisensi CC-BY-SA-N.
Published by PCNU Yogyakarta
Proudly powered by Blogger