Sikap NU terhadap Perubahan UUD 1945

Logo NU
I.Mukadimah

Dalam sistem politik demokratis seperti sekarang ini, penyelenggaraan negara serta pemerintahan dipegang oleh organisasi politik atau partai politik, baik yang duduk di lembaga legislatif maupun eksekutif. Semua aspirasi politik disalurkan melalui organisasi politik yang ada. Sementara organisasi kemasyarakatan seperti NU memfokuskan diri pada pengembangan pendidikan dakwah dan peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat.

Tetapi dalam kenyataannya dewasa ini banyak kalangan rakyat yang menyampaikan bebagai aspirasinya, terutama mengenai kesejahteraan dan keamanan mereka kepada NU. Padahal semestinya aspirasi tersebut disampaikan kepada partai politik atau wakil mereka yang duduk di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Pengaduan dan aspirasi yang diamanatkan ke NU semakin banyak, sehingga tidak mungkin NU menghindar atau berdiam diri. Di sisi lain NU meihat kondisi kehidupan bermasyarakat dan bernegara banyak mengalami kemerosotan. Sebagai salah satu pendiri bangsa ini dan sebagai rasa tanggung jawab untuk ikut mengamankan negara, maka NU mulai melakukan kajian serius terhadap berbagai kondisi yang dialami bangsa ini.

Dalam kajian tersebut ditemukan ada tiga persoalan mendasar yang dihadapi bangsa ini, yaitu semakin tidak jelasnya sistem politik ketatanegaraaan kita, semakin tidak terarahnya kebijakan ekonomi nasional dan semakin hilangnya orientasi kebudayaan nasional. Hal itu terjadi tidak lain karena bangsa ini telah terlalu jauh meninggalkan cita-cita pendiri bangsa ini, sehingga telah jauh menyimpang dari Khittah yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa. Oleh karena itu dalam Munas NU di Cirebon 2012, NU mengajak pada seluruh bangsa ini agar kembali ke khittah bangsa ini yaitu Kembali ke Khittah Indonesia 1945, yang mencerminkan cita-cita luhur bangsa ini.

II. Prinsip Dasar NU

Untuk memperbaiki negeri ini, kita perlu menelaah persoalan fundamental negara ini yaitu UUD 1945. Konstitusi ini telah diamandemen sedemikian rupa sehingga melahirkan sistem yang tidak sesuai dengan cita-cita awal. Hal itu terjadi karena amandemen UUD 1945 dilakukan dengan tergesa-gesa dan dilaksanakan tanpa kecermatan serta tanpa memperhatikan falsafah, citaa-cita serta prinsip-prinsip dasar negara.

Kembali ke Khittah 1945 ini tidak berarti menolak segala bentuk perubahan terhadap UUD 1945. Demikian juga tidak mensakralkan hasil amandemen yang sudah dilakukan. Sesuai dengan amanat pasal 37 UUD itu perlu disempurnakan. NU sangat menghormati hasil amandemen, misalnya mengenai pembatasan masa jabatan presiden dan sebagainya. Tetapi Amandemen Kelima yang direncanakan haruslah berani melakukan amandemen atau meninjau kembali terhadap hasil amandemen yang telah dilakukan yang jelas-jelas merugikan kepentingan rakyat dan bangsa serta merendahkan kedaulataan negara Republik Indonesia.

Khittah Indonesai 1945 merupakan keseluruhan cita-cita bangsa ini yang berproses sejak zaman Kebangkitan Nasional yang kemudian dirumuskan menjadi dasar Negara Pancasila, dicetuskan melalui Proklamasi Kemerdekaan, dirumuskan menjadi Pembukaan UUD serta dirinci ke dalam batang tubuh UUD 1945 secara tuntas dan menyeluruh. Dengan demikian Penyempurnaan UUD 1945 haruslah:

Pertama: sesuai dengan semangat Proklamasi, yaitu cita-cita dan semangat untuk membentuk negara Republik Indonesia merdeka dan berdaulat.

Kedua: sesuai dengan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara, yang mengedepankan prinsip Ketuhanan, kemanusiaan, kesatuan/persatuan, permusyawaratan serta keadilan.

Ketiga: sejalan dengan amanah Mukadimah UUD 1945. Yang menentang segala bentuk penjajahan, amanat tentang peran negara dan tugas pemerintah dalam melindungi dan mensejahterakan segenap warga negara.

Keempat: dilaksanakan dengan penuh ketelitian dan kecermatan.

Kelima: mempertimbangkan aspirasi, tatanilai dan tradisi bangsa ini.

Hasil amandemen UUD 1945 yang tidak sesuai dengan prinsip ini harus diamandemen kembali, agar negara ini tidak terjerumus dalam kesulitan bahkan krisis serta kehilangan identitas seperti yang terjadi sekarang ini. Karena itu NU menegaskan bahwa bentuk NKRI harus tetap dipertahankan, karena ini sesuai dengan keputusan Muktamar NU 1984 di Situbondo bahwa NKRI berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 adalah bentuk final perjuangan bangsa Indonesia.

III. Langkah Strategis.

Untuk meneguhkan eksistensi NKRI ini, ada beberapa langkah strategis yang perlu dijalankan yaitu:

Pertama, perlu memperkuat kembali sistem presidensil, agar sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan presiden bisa mengendalikan haluan negara dan bisa menjalankan pemerintah secara efektif. Sementara dalam UUD kita sistem Presidensil sudah kabur bahkan telah mengarah pada sistem Parlementer, ketika DPR banyak memegang wewenang eksekutif. Dengan demikian pemerintahan jadi mandek dan tidak efektif dalam melaksanakan pembangunan.

Kedua, sebagai upaya menegakkan NKRI, maka prinsip negara kesatuan harus dipertegas, karena itu otonomi daerah yang dilaksanakan hampir tanpa batas itu telah mengarah pada sistem federal. Kecenderungan ini perlu segara dihentikan.

Ketiga, dalam upaya memperkuat kedaulatan rakyat, maka status Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sebagai lembaga tertinggi negara harus dipulihkan kembali. Karena itu amandemen UUD 1945 yang menempatkan MPR sebagai lembaga tinggi negara yang setara dengan lembaga tinggi negara yang lain harus diamandemen ulang. Keberadaan utusan daerah dan utusan golongan dalam MPR perlu dipulihkan kembali. Dengan demikian MPR benar-benar  mencerminkan kedaulatan rakyat sebagai pemegang tertinggi kedaulatan negara.

Keempat, dalam rangka memperkuat sistem presidensil, maka perlu dilakukan penyederhanaan partai. Dalam rangka itu pula NU mengusulkan agar pemilihan kepala daerah (Pilkada) langsung perlu ditunda dan dikembalikan pada DPRD. Pilkada langsung telah sedemikian luas mengakibatkan konflik sosial, secara teknis sangat merepotkan yang mengganggu kinerja pemerintah daerah serta mengakibatkan pemborosan anggaran negara.

Kelima, dalam upaya memulihkan kedaulatan negara dan kesejahteraan rakyat, maka amandemen Pasal 33 UUD 1945, dengan penambahan pasal 4 dan 5, telah membuka peluang swasta asing mengelola kekayaan negara, telah mengakibatkan hilangnya kedaulatan negara. Karena itu pasal tersebut harus diamandemen kembali dengan memperkuat posisi negara dalam pemilikan serta mengelola kekayaan negara untuk ditasarufkan bagi kepentingan rakyat dan bangsa sendiri.

Keenam, Berbagai undang-undang yang diturunkan dari Pasal 33 tersebut terutama dalam UU Migas, Minerba dan UU Pangan yang jelas-jelas merugikan rakyat dan negara harus ditinjau ulang kalau perlu segera dibatalkan.

Ketujuh, munculnya berbagai undang-undang di bidang kebudayaan misalnya Undang-Undang tentang Pendidikan Nasional yang tidak lagi mengutamakan pendidikan moral dan karakter dan undang-undang Penyiaran yang telah melanggar kerahasiaan seseorang dan mengancam keamanan negara perlu segera direvisi, karena semuanya tidak sesuai dengan falsafah hidup bangsa ini yang menjunjung kebersamaan.  

IV. Penutup

Usulan NU pada bangsa Indonesia agar Kembali ke Khittah Indonesia 1945 ini semata ditujukan untuk membangun bangsa ini sebagaimana cita-cita dan semangat awalnya, yaitu semangat 1945 yang murni dan ikhlas untuk membentuk suatu negara Indonesia yang merdeka, berdaulat menuju masyarakat yang adil dan makmur dengan segala daya upaya yang dilakukan untuk mencapai cita-cita tersebut.

Langkah kembali ke Khitah Indonesia ini merupakan sebuah perjuangan besar dan berjangka panjang. Untuk mewujudkan agenda ini diperlukan adanya  cita-cita yang tinggi serta nafas perjuangan yang panjang agar bisa mengemban amanah ini. Sebagai organisasi pengusul NU akan selalu mengawal cita-cita besar ini bersama dengan elemen bangsa yang lain yang sejalan dengan cita-cita besar ini. Semoga Allah meridhoinya dan rakyat mendukungnya. Amin.

Jakarta 1 November 2012.
Mirorr NU Online
 

Mengaktualisasikan Resolusi Jihad

Naskah Resolusi Jihad

Tepat 22 Oktober 2012 ini, bangsa Indonesia, khususnya arek Suroboyo mengenang jejak perjuangan yang tak terlupakan, yakni 67 tahun Resolusi Jihad. Peringatan sepanjang 67 tahun ini menjadi catatan sangat penting bagi kaum santri dan arek Suroboyo, karena Resolusi Jihad inilah yang menjadi cambut paling utama bagi Bung Tomo untuk menggelorkan semangat perjuangan menegakkan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Berjuang melawan penjajah yang meletus tanggal 10 November 1945 itu bukan terjadi begitu saja, tetapi itu berkobar karena ditiup oleh Resolusi Jihad yang dikobarkan KH Hasyim Asy’ari pada 22 Oktober 1945.

Dalam catatan M. Mas’ud Adnan (2009) dijelaskan bahwa meski bangsa Indonesia telah memproklamasikan kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, 53 hari kemudian NICA (Netherlands Indies Civil Administration) nyaris mencaplok kedaulatan RI. Pada 25 Oktober 1945, 6.000 tentara Inggris tiba di Pelabuhan Tanjung Perak, Surabaya. Pasukan itu dipimpin Brigadir Jenderal Mallaby, panglima brigade ke-49 (India). Penjajah Belanda yang sudah hengkang pun membonceng tentara sekutu itu.

Praktis, Surabaya genting. Untung, sebelum NICA datang, Soekarno sempat mengirim utusan menghadap Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari di Pesantren Tebuireng, Jombang. Melalui utusannya, Soekarno bertanya kepada Mbah Hasyim, “Apakah hukumnya membela tanah air? Bukan membela Allah, membela Islam, atau membela Alquran. Sekali lagi, membela tanah air?”

Mbah Hasyim yang sebelumnya sudah punya fatwa jihad kemerdekaan bertindak cepat. Dia memerintahkan KH Wahab Chasbullah, KH Bisri Syamsuri, dan kiai lain untuk mengumpulkan kiai se-Jawa dan Madura. Para kiai dari Jawa dan Madura itu lantas rapat di Kantor PB Ansor Nahdlatoel Oelama (ANO), Jalan Bubutan VI/2, Surabaya, dipimpin Kiai Wahab Chasbullah pada 22 Oktober 1945. Setelah Resolusi jihad ditandatangani, pada 23 Oktober 1945, Mbah Hasyim atas nama Pengurus Besar NU menyerukan jihad fi sabilillah, yang kemudian dikenal dengan Resolusi Jihad.  

Dalam Resolusi Jihad ini, ada lima hal yang ditegaskan NU. Pertama, kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan pada 17 Agustus 1945 wajib dipertahankan. Kedua, Republik Indonesia (RI) sebagai satu-satunya pemerintahan yang sah, wajib dibela dan diselamatkan. Ketiga, musuh RI, terutama Belanda yang datang dengan membonceng tentara Sekutu (Inggris) dalam masalah tawanan perang bangsa Jepang tentulah akan menggunakan kesempatan politik dan militer untuk kembali menjajah Indonesia. Keempat, umat Islam, terutama NU wajib mengangkat senjata melawan Belanda dan kawan-kawannya yang hendak kembali menjajah Indonesia. Kelima, kewajiban tersebut adalah jihad yang menjadi kewajiban tiap-tiap muslim (fardhu ’ain) yang berada pada jarak radius 94 km (jarak dimana umat Islam diperkenankan shalat jama’ dan qashar). Adapun mereka yang berada di luar jarak tersebut berkewajiban membantu saudara-saudaranya yang berada dalam jarak radius 94 km tersebut.

Resolusi jihad tersebut akhirnya mampu membangkitkan semangat arek-arek Surabaya untuk bertempur habis-habisan melawan penjajah. Dengan semangat takbir yang dipekikkan Bung Tomo, maka terjadilah perang rakyat yang heroik pada 10 November 1945 di Surabaya.   M.C. Ricklefs (1991), indonesianis asal Australia mengakui bahwa ribuan kiai dan santri mengalir ke Surabaya. Sekitar dua minggu kemudian meletus peristiwa 10 November 1945, yang kini ditetapkan sebagai Hari Pahlawan. Meski darah para pahlawan berceceran begitu mudahnya dan memerahi sepanjang kota Surabaya selama tiga minggu, Inggris yang pemenang Perang Dunia II itu akhirnya kalah.

Kini, sudah 66 tahun Resolusi Jihad berlalu. Saatnya Arek Suroboyo membangkitkan kembali nasionalisme dalam menegakkan martabat bangsa. Resolusi jihad menjadi sebuah ingatan historis yang sangat berharga untuk dikontekstualisasikan dalam menggelorakan kembali spirit nasionalisme arek Suroboyo. Jejak perjuangan dalam 10 November 1945 jangan menjadi kenangan romantis yang terus diulang-ulang tanpa makna berarti. Tetapi perlu dibuktikan secara nyata dengan langkah-langkah yang strategis, sehingga melahirkan gerakan resolusi jihad jilid dua yang sesuai dengan jaman sekarang. Ada beberapa hal yang perlu dilakukan dalam menggelorkan semangat resolusi jihad bagi arek Suroboyo.

Pertama, menjadikan resolusi jihad dan 10 November 1945 sebagai pahatan sejarah yang selalu menancap kuat dalam sanubari arek Suroboyo. Para kiai, ulama, tokoh masyarakat, pemerintah dan organisasi sosial kemasyarakatan harus bergandeng tangan menancapkan spirit nasionalisme bagi arek Suroboyo. Peran semua pihak dan semua sektor sangat dibutuhkan untuk menggugah semangat perjuangan arek Suroboyo dalam menjaga dan menegakkan martabat bangsa.

Kedua, kalau dalam perjuangan pasca kemerdekaan musuh utamanya adalah penjajah, maka perlu dicari rumusan musuh yang menjadi ancaman sekarang. Barangkali korupsi dan terorisme menjadi musuh sangat nyata yang harus ditancapkan dalam sanubari arek Suroboyo, sehingga bisa mengenali musuh yang akan dibasmi. Korupsi dan terorisme begitu nyata, sehingga memudahkan untuk menggelorkan semangat perjuangan arek Suroboyo dalam menjaga martabat bangsa. Baik korupsi dan terorisme selama ini telah meruntuhkan martabat bangsa Indonesia, sehingga harus dilawan dengan semangat utuh sebagaimana perjuangan tahun 1945.  

Menggelorakan dan menegakkan spirit nasionalisme arek Suroboyo ini sangat penting untuk direfleksikan di tengah beragam kecamuk sosial yang terus meruntuhkan bangsa ini. Arek Suroboyo harus segera bangkit, melanjutkan perjuangan KH Hasyim Asy’ari, Bung Tomo, dan lainnya untuk  menjaga kedaulatan NKRI. (Muhammadun, Pimred Majalah Bangkit PWNU DIY)

Oleh: Muhammadun Miror dari NU Jogja Online



*Tulisan ini dimuat di Jawa Pos, 22 Oktober 2012.
 

PP Lakpesdam Gelar Pelatihan PCM PNPM Peduli di Yogya

Dr Ir Sujana Royat, DEA
Miror NU Online
Pengurus Pusat Lakpesdam Nahdlatul Ulama menggelar Pelatihan Project Cycle Management (PCM) dan Pelatihan Financial Management (FM) PNPM Peduli di Hotel Santika Yogyakarta, Selasa-Sabtu (31 Oktober-3 November 2012).
Pelatihan diikuti 56 peserta yang terdiri dari Project Officer (PO) dan Financial Officer (FO) dari 28 cabang, pelaksana PNPM Peduli di 10 Provinsi seluruh Indonesia. Acara itu juga dihadiri PBNU, Kemenkokesra, PSF, PWNU DIY dan undangan lainnya.

Ketua PP Lakpesdam NU, Yahya Ma’shum menjelaskan PNPM Peduli Lakesdam NU sebagai program pengurangan kemiskinan telah melewati phase pilot, yaitu dari Juni 2011-Juni 2012. Saat ini, program dalam masa lanjutan, yaitu phase antara dari phase pilot ke phase berikutnya yang dimulai sejak Juli 2012 dan akan berakhir pada Desember 2012. Banyak capaian dan hambatan ditemukan selama pelaksanaan program.
Namun demikian, mengacu kepada hasil monitoring, supervisi dan asistensi yang dilaksanakan pengurus pusat Lakpesdam NU, cabang-cabang pelaksana PNPM Peduli masih membutuhkan peningkatan kapasitas tentang siklus pengelolaan proyek (Project Circle Management [PCM]).

Lebih jauh Yahya menjelaskan, secara  tujuan Pelatihan adalah adalah untuk meningkatkan kapasitas cabang-cabang, pelaksana PNPM Peduli dalam mengelola PNPM Peduli.

“Secara khusus, tujuan pelatihan PCM adalah untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan cabang dalam mengidentifikasi, merencanakan, melaksanakan, memonitoring dan mengevaluasi program. Meningkatkan pengetahuan dan keterampilan cabang dalam merumuskan gagasan dan rencana program ke dalam kerangka logis program (logical framework). Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan cabang dalam mendokumentasikan seluruh kegiatan-kegiatan program. Meningkatkan kemampuan mengenali/ mengidentifikasi, mencatat  dan menggunakan data perkembangan program di lapangan secara detil serta meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan cabang dalam penulisan laporan program,” tegas pria berpenampilan kalem ini.

Sementara, Deputi Kemenkokesra Bidang Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan dan Pemberdayaan Masyarakat, Dr Ir Sujana Royat, DEA dalam pemaparannya dihadapan peserta pelatihan menjelaskan, PNPM Peduli adalah salah satu bentuk terobosan yang dilakukan untuk memberdayakan rakyat marjinal yang selama ini tidak pernah tersentuh oleh program pemerintah.

”Seluruh pelaksana PNPM Peduli harus bekerja dengan hati, bukan hanya sekedar menjalankan program berdasarkan TOR, karena PNPM Peduli adalah jihad kita semua untuk mengentaskan kemiskinan di Indonesia,” tutur sang Deputi Menteri yang juga berasal dari keluarga Nahdliyin ini.

Dalam sesi tanya jawab yang dipandu Sekretaris PP Lakpesdam, Lilis Nurul Husna, tiga orang peserta yakni dari Indramayu, Bantul dan Tuban mengajukan berbagai pertanyaan kepada Deputi Menkokesra, diantaranya soal rakyat miskin yang mengalami kesulitan akses dalam pelayanan kesehatan dan ditolak oleh rumah sakit.

Mendapat pertanyaan dari peserta pelatihan, Deputi Menkokesra, Sujana Royat langsung menjawabnya dengan lugas, bahwa pemerintah telah menggariskan tidak boleh ada rakyat Indonesia yang ditolak oleh rumah sakit ketika mereka sakit dan harus di rawat di rumah sakit manapun.

“Apabila ada rumah sakit yang menolak rakyat miskin yang ingin mendapatkan pelayanan kesehatan maka bisa langsung melaporkan melalui SMS pengaduan Menkokesra ke nomor 085880001949, dengan menyebutkan nama pasien, nama rumah sakit dan direktur rumah sakit tersebut, pasti laporan itu akan langsung ditindak lanjuti ke Crisis Centre Menteri Kesehatan dan akan langsung ditindak,” tegas Sujana.

Para peserta pelatihan nampak puas menerima penjelasan Deputi Menkokesra, setelah acara dialog berahir, peserta pelatihan PCM kembali mengikuti jalannya pelatihan dengan berbagai agenda yang telah disiapkan panitia. para peserta akan mendapatkan materi tentang Penguatan Visi Ke NU an, Pemetaan marginalitas dalam konteks global dan refleksi posisi CSO/Cabang di Indonesia, Konsep Project Cycle Management dan berbagai materi lainnya.

Redaktur: Mukafi Niam
 

40 Hari Do'a Makbul Sepulang Haji


Mirror dari NU Online
Sudah menjadi tradisi bertamu ke rumah mereka yang baru pulang dari tanah suci untuk mohon didoakan dan juga meminta cinderamata. Bahkan seringkali keluarga maupun tetangga mementingkan penyambutan dan berebut bersalaman lebih dahulu, dengan alasan tabarrukan do'a.Memang dianjurkan untuk meminta do’a kepada mereka yang baru datang dari haji. Bukan untuk meminta cindera mata. Sebagian orang menamakan do’a orang yang baru pulang dari haji ini dengan sebutan do’a maghfiroh, yaitu do’a khusus meminta ampunan dari Allah swt atas segala dosa yang telah dilakukan.
Mereka yang baru datang dari tanah suci untuk melaksanakan ibadah haji bagaikan seorang bayi yang baru dilahirkan, masih suci dari dosa-dosa.

Oleh karena itu, do’a dan permohonannya memiliki nilai lebih. Karena kesuciannya itulah posisinya dianggap lebih dekat kepada Allah. Dan diharapkan do’a-do’anya akan terkabulkan.

Sebagain ulama berkata bahwa kondisi tersebut (kemakbulan do’a) dapat bertahan sebelum orang tersebut masuk ke dalam rumahnya. Namun ada yang mengatakan kondisi tersebut akan bertahan hingga empat puluh hari.

Hal ini diterangkan dalam Hasyiyatul Jamal:

وفيه أيضا مانصه ويندب للحاج الدعاء لغيره بالمغفرة وان لم يسأله ولغيره سؤاله الدعاء بها وفى الحديث (اذا لقيت الحاج فسلم عليه وصافحه ومره أن يدعولك فانه مغفور له) قال العلامة المناوى ظاهره أن طلب الاستغفار منه مؤقت بما قبل الدخول فان دخل فات لكن ذكر بعضهم انه يمتد أربعين يوما من مقدمه وفى الإحياء عن عمر رضي الله عنه أن ذلك يمتد بقية الحجة والمحرم وعشرين يوما من ربيع الأول.

… dan dianjurkan (disunnahkan) bagi para haji untuk memohonkan ampun (do’a maghfiroh) kepada orang lain, walaupun mereka tidak memintanya. Demikian pula bagi mereka (yang tidak berangkat haji) agar meminta untuk dido’akan. Hal ini berdasar pada hadits Rasulullah saw “apabila kalian berjumpa dengan haji (orang yang pulang dari melaksanakan ibadah haji) maka salamilah dia dan jabatlah tangannya dan mintalah agar didoakan olehnya, karena doanya akan mengampunimu” Al-allamah al-Munawi berkata bahwa permitaan doa kepada haji ini sebaiknya dilakukan selama haji itu belum memasuki rumah.

Tetapi sebagian ulama mengatakan bahwa permintaan do’a ini dapat dilakukan hingga 40 hari sepulangnya dari rumah. Dalam kitab Ihya’ Ulumuddin diterangkan berdasakan cerita dari sahabat Umar ra. Keadaan ini dapat diberlangsungkan hingga akhir bulan Dzulhijjah, Muharram dan dua puluh hari Rabiul Awwal.  

Redaktur: Ulil hadrawy
 

Syarat Hewan Qurban dan Cara Distribusinya

Sumber NU Online
Qurban dalam terminologi fiqih sering disebut dengan udhhiyyah, yaitu menyembelih hewan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt yang boleh dilaksanakan mulai dari terbitnya matahari pada hari raya idul adha (yaumun nahr) sampai tenggelamnya matahari di akhir hari tasyrik yaitu tanggal 11,12,13 Dzulhijjah.
Ilustrasi

Berqurban sangat dianjurkan bagi orang-orang yang mampu, karena qurban memiliki status hukum sunnah muakkadah, kecuali kalau berqurban itu sudah dinadzarkan sebelumnya, maka status hukumnya menjadi wajib. Anjuran berqurban banyak disebutkan dalam hadits diantaranya yang diriwayatkan dari sayyidah Aisyah bahwa tidak ada amal anak manusia pada hari nahr yang lebih dicintai Allah swt melebihi mengalirkan darah (menyembelih qurban). Sebelum anjuran itu, dalam al-Qur’an Allah swt juga sudah menganjurkan hamba-hambanya untuk berqurban. Pesan itu termaktub dalam al-Kautsar ayat 2

فصل لربك وانحر (الكوثر: 2)

Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu dan berkuebanlah (QS. Al-Kautsar)

Berqurban merupakan ibadah yang muqayyadah, karena itu pelaksanaannya diatur dengan syarat dan rukun. Tidak semua hewan dapat digunakan dalam arti sah untuk berqurban. Hewan yang sah untuk berqurban hanya meliputi an’am saja yaitu sapi, kerbau, onta, domba, atau kambing, dengan syarat bahwa hewan-hewan tersebut tidak menyandang cacat, gila, sakit, buta, buntung, kurus sampai tidak berdaging atau pincang. Cacat berupa kehilangan tanduk, tidak menjadikan masalah sepanjang tidak merusak daging.

Itupun harus dilihat umurnya. Onta dapat dijadikan sebagai qurban apabila telah mencapai 5 tahun. Jika sapi atau kerbau minimal berumur 2 tahun. Jika qurban berupa kambing domba (adh-dha’n) minimal telah berumur 1 tahun, sedangkan kambing kacang (al-Ma’z) paling tidak sudah berumur 2 tahun.   

Dalam praktiknya, berqurban dapat dilaksanakansecara pribadi atau orang perorang dan dapat pula secara berkelompok. Setiap 7 (tujuh)orang dengan seekor sapi atau kerbau atau onta. Ketentuan ini didasarkan pada sebuah hadits dari sahabat Jabir sebagai berikut:

أمرنا رسول الله صلى الله عليه وسلم أن نشترك فى الابل والبقر كل سبعة منا فى بدنة (متفق عليه)

Nabi memerintahkan kepada kami berqurban satu unta atau satu sapi untuk setiap tujuh orang dari kami (Muttafaq Alaih)

Adapun korban kambing hanya dapat mencukupi untuk qurban bagi seorang saja (Iqna’), jadi tidak diperbolehkan dua orang menggabungkan uangnya lantas dibelikan satu kambing dan berqurban dengan satu kambing tersebut. Berdasarkan perbedaan status hukumnya antara sunnah dan wajib, distribusi daging qurban sedikit berbeda. Bagi mereka yang berqurban sunnah, boleh bahkan disunahkan untuk ikut memakan daging qurbannya, sebagaimana disebutkan dalam al-Qur’an sebagai berikut:

فكلوا منها وأطعموا البائس الفقير (الحج :28)

Dan makanlah sebagian dari padanya (an’am) dan (sebagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi faqir.

Begitu pula yang diceritakan dalam hadits bahwa Rasulullah saw. memakan hati hewan qurbannya. Adapun bagi mereka yang berqurban karena wajib dalam hal ini nadzar, maka tidak boleh atau haram memakan dagingnya. Apabila dia memakannya, maka wajib mengganti sesuatu yang telah dimakan dari qurbannya.

Lalau bagaimana kalau salah satu bagian hewan qurban itu dijual? Pada prinsipnya qurban adalah sedekah yang diperuntukkan bagi kaum dhuafa’, fakir, miskin secara Cuma-Cuma. Karena itu, pemanfaatannya juga tidak boleh keluar dari batas-batas itu, termasuk di dalamnya menjual anggota qurban. Dalam kitab Iqna’ disebutkan bahwa tidak diperkenankan menjual sesuatu dari hewan qurban berdasarkan pada haidts riwayat Hakim sebagaimana berikut:

من باع جلد أضحية فلا أضحية له (رواه الحاكم)

Barang siapa menjual kuliy qurbannya, maka tidak ada qurban baginya. (HR. Hakim)

Ini berarti penyembelihan itu hanya menjadi sedekah biasa tanpa mendapatkan keutamaan besar dari qurban. Tapi boleh bagi yang berqurban untuk mengambil kulitnya untuk dimanfaatkan sebagai sandal. Sepatu, tempat air dan lain sebagainya. Tetapi tetap saja tidak boleh dijual bahkan dianjurkan menyedekahkannya karena lebih utama.

Daging quban disyaratkan untuk dibagiakan kepada fakir miskin dalam keadaan masih mentah atau tidak berupa masakan. Ketentuan ini mengandung maksud agar fakir miskin dapat secara bebas mentasharufkannya (memanfaatkannya), apakah untuk dimasak sendiri ataukah untuk dijual karena pada dasarnya daging itu adalah miliknya sendiri.  

KH. Sahal mahfudz (Redaktur: Ulil Hadrawy)

 

LKKNU Kota Berpartisipasi dalam International Microfinance

M Yunus (Memakai Rompi)
LKKNU (Lembaga Kemaslahatan Keluarga Nahdlatul Ulama) bekerjasama dengan Kementrian Koperasi dan UMKM menggelar International Microfinance Conference 2012 dengan tema Toward Sustainability and Finalcial Inclusion di Hotel Sheraton Yogyakarta, 22-23 Oktober 2012. Dalam konferensi nasional ini dihadiri pula oleh presiden Susilo Bambang Yudhoyono.


Dalam kesempatan ini, LKKNU Kota Yogyakarta berkesempatan berbagai pengetahuan dengan banyak pelaku Microfinance International, salah satunya Muh Yunus, Direktur Grameen Bank (Bank Desa) dari Banglades, skaligus peraih nobel perdamaian dan ahli microfinance.

Selepas acara, Ahmad Taufiqurrahman, Ketua PCNU Kota Yogyakarta, menyatakan bahwa kedepan NU Kota harus mempunyai beberapa dampingan masyarakat yang menerapkan prinsip microfinance. "Pada dasarnya rakyat Yogyakarta itu suka gotong royong dan kreatif. Jadi kami rasa model microfinance telah berjalan, hanya saja kurang terkoordinir" ujar Taufiq.

"Kedepan kami harap LKKNU menjadi penggerak sektor microfinance di Kota Yogyakarta. Dengan demikian kesejahteraan masyarakat Nahdliyin secara bertahap akan terwujud"imbuhnya.

 

Khutbah Idul Adha: Dzulhijjah Bulan Keteladanan Nabi Ibrahim As

Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menerangkan bahwa Allah menurunkan 313 rasul dan 124 ribu nabi. Diantara para rasul yang dijadikan teladan adalah Nabi Ibrahim as.

الحمد لله على نعمه فى هذا الشهر العظيم, شهر ذى الحجة لتقرب الى الله الكريم أحمده حمدا يفوق حمد الحامدين واستعينه انه خير المعين واتوكل عليه برزقه انه ثقة المتوكلين. أشهد أن لااله الا الله وحده لاشريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله المجتبى وسيد الورى رحمة للعالمين. اللهم صل وسلم على سيدنا محمد وعلى اله وصحبه اجمعين وسلم تسليما كثيرا...اما بعد.

فياعباد الله أوصيكم ونفسى بتقوى الله, فقد فاز المتقون قال الله تعالى فى كتابه الكريم ومن يعظم شعائرالله فانها من تقوى القلوب

Ma’asyiaral Muslimin Rahimakumullah

Terlebih dahulu mari kita bersyukur kehadirat Allah swt. atas taufiq, hidayah inayah dan ri’ayah-Nya. Alhamdu lillah hingga kini kita masih bisa menyongsong hadirnya idul adha. Sedang di jauh sana saudara-saudara kita yang datang dari berbagai belahan bumi tengah melaksanakan rangkaian amaliyah ibadah haji, baik rukun-rukun haji mapun amaliyah haji yang diwajibkan dan yang disunahkan.

Selanjutnya mari berupaya meningkatkan taqwa kepada Allah swt. Dalam arti mentaati perintah-perintah Allah dan menjauhi larangannya. Sesungguhnya taqwa itu pesan Allah kepada seluruh ummat manusia sepanjang zaman, dari waktu ke waktu, umat berganti umat, kurun berganti kurun  sejak manusia  diciptakan. Karenanya, Allah mengutus para rasul sebagai contoh dan tauladan ketaqwaan dan kesalehan. Allah juga memberi meraka ke-ma`ashum-an, dan sifat shiddiq, amanah, tabligh, dan fathonah. Dan Allah turunkan kitab-kitab kepada mereka sebagai panduan hidup dan kehidupan ummatnya yang bertaqwa.

Jama’ah Jum’ah Rahimakumullah

Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menerangkan bahwa Allah menurunkan 313 rasul dan 124 ribu nabi. Diantara para rasul yang dijadikan teladan adalah Nabi Ibrahim as. Dalam menyongsong Idul Adlha ini sangat penting kita ingat kita sebut dan kita renungkan kembali kemudian kita teladani. Nabi Ibrahim as. selain beliau nabi pilihan yang mendapat gelar kholilullah (kekasih Allah) juga disebut Abul anbiya (bapak dari para Nabi) karena Nabi-nabi sesudah beliau adalah dari zduriyahnya (keturunannya) nabi-nabi bani Israil Nabi Ishaq, Ya`qub Yusuf Syuaib Harun, Musa sampai nabi Isa as. Dan demikian juga junjungan Nabi kita Muhammad saw bin Abdullah, bin Abdil Mutholib, bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushoy bin Kilab, bin Murroh bin Ka`ab, bin Luay, bin Gholib, bin Fihir, (Fihri dilaqobi Quroisy) bin Malik bin Nadlor, bin Kinanah bin Khuzaimah, bin Mudrikah bin Ilyas, bin Mudlor bin Nizar bin Ma`ad bin `Adnan bin Nabi Isma`il bin Ibrahim AS.

Ibrahim as oleh Yahudi diklaim sebagai Yahudi, oleh kaum Nasrani diklaim sebagai pengikiut Nasran, dan kaum musyrikin mengklaim bahwa mereka mengikuti millah Ibrahim. Untuk menolak anggapan mereka Allah turunkan ayat kepada Nabi Muhammad saw yang bunyinya

مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيًّا وَلَا نَصْرَانِيًّا وَلَٰكِنْ كَانَ حَنِيفًا مُسْلِمًا وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ

“Ibrahim bukanlah Yahudi dan bukanlah Nasrani akan tetapi dia adalah yang bersih dan muslim dan dia bukan orang yang mensekutukan Allah” (QS. Ali Imran: 67)

Bahkan Allah sendiri memerintahkan kepada Nabi Muhammad saw, agar beliau senantiasa mengenang jasa-jasa Nabi Ibrahim as. Agar kita semua sebagai umat Muhammad tidak pernah melupakan keteladanan dan jasa Nabi Ibrahim as. dalam berbagai hal diantaranya:

Pertama Keteladanan dan keberaniannya ketika ingin mereformasi merubah masyarakatnya dan penguasanya dari penyembahan kepada materi, benda dan berhala-berhala kepada mengesakan Allah SWT. kalimat tauhid/kalimatul ikhlas laa ilaaha illallah bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah kecuali Allah, Terlebih dahulu Ibrahim As. Menyampaikannya kepada ayahnya, dengan bahasa yang santun beliau sampaikan pemahaman. Sebagaimana telah dikisahkan dalam Al-Quran :

وَاذْكُرْ فِي الْكِتَابِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّهُ كَانَ صِدِّيقًا نَّبِيًّا إِذْ قَالَ لِأَبِيهِ يَا أَبَتِ لِمَ تَعْبُدُ مَا لا يَسْمَعُ وَلا يُبْصِرُ وَلا يُغْنِي عَنكَ شَيْئًا يَا أَبَتِ إِنِّي قَدْ جَاءَنِي مِنَ الْعِلْمِ مَا لَمْ يَأْتِكَ فَاتَّبِعْنِي أَهْدِكَ صِرَاطًا سَوِيًّا  يَا أَبَتِ لا تَعْبُدِ الشَّيْطَانَ إِنَّ الشَّيْطَانَ كَانَ لِلرَّحْمَنِ عَصِيًّا يَا أَبَتِ إِنِّي أَخَافُ أَن يَمَسَّكَ عَذَابٌ مِّنَ الرَّحْمَن فَتَكُونَ لِلشَّيْطَانِ وَلِيًّا قَالَ أَرَاغِبٌ أَنتَ عَنْ آلِهَتِي يَا إِبْرَاهِيمُ لَئِن لَّمْ تَنتَهِ لَأَرْجُمَنَّكَ وَاهْجُرْنِي مَلِيًّا   قَالَ سَلامٌ عَلَيْكَ سَأَسْتَغْفِرُ لَكَ رَبِّي إِنَّهُ كَانَ بِي حَفِيًّا

 “Dan ingalah dalam kitab Ibrahim sesungguhnya dia adalah orang yang benar lg seorang nabi, ingatlah ketika ia berkata kepada ayhnya wahai ayahku kenapa engkau meyembah apa-apa yang tidak bisa mendengar dan tidak bisa melihat? wahai ayahku sesungguhnya telah sampai kepadaku whyu, apa-apa yang tidak diberikan kepadamu, maka ikutilah aku aku tunjukkan jalan yag lurus, wahai ayahku janganlah engkau menyembah setan sesungguhnya setan itu bermaksiat kepada Allah. Wahai ayahku sesungguhnya aku takut azdab Allah akan mnimpamu sehingga setan menjadi temanmu. Lalu ayah Ibrahim berkata kepada Ibrahim, Hai Ibrahim apakah engkau membenci tuhan- tuhabku? Sungguh jika  engkau tidak berhenti membencituhan-tuhanku sungguh aku akan merajammu dan pergilah segera dariku. Ibrahim berkata semoga engkau selamat dan aku akan mendoakan untukmu agar Allah Tuhanku mengampunimu sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku”.(Q.S. Maryam 41-47).

Jama’ah Jum’ah yang Berbahagia

Kedua Ketaatanya menjalankan perintah Allah swt. Untuk menyembelih Ismail as. Putra tercinta yang didamba-dambakan dalam doanya: Robbi hab lii minassholihin. Ketatan Ibrahim itu di abadikan oleh Allah dalam al-Qur’an

فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ *وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ *قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ *إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلاء الْمُبِينُ *وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الآخرين سَلاَمٌ على إِبْرَاهِيمَ كَذَلِكَ نَجْزِي المحسنين

“Wahai Ibrahim engkau telah membenarkan perintahKu melalui mimpimu Sesungguhnya dengan demikian akan membalas orang-orang yang berbuat baik, sesunggguhnya ini adalah ujian yang nyata dan kami tebus ismail dengan senbelihan hewan qurban yang besar. Dan kami jadikan teladan untuk orang-orang yang sesudahnya, keselamatan untuk Nabi Ibrahim, demikianlah kami membalas orang-orang yang berbuat baik”.(Q.S. As-shafat 103-110)

Ketiga, Keteladanan Ibrahim as. ketika diperintah Allah swt agar mereknstrusi kembali ka`bah Baitullah yang pertama dibangun dimuka bumi. Nabi Ibrahim bersama Ismail membangun kembali ka`bah sesuai dengan petunjuk Allah, dan sesudah selesai membangun Allah perintahkan Ibrahim agar memanggil ummat manusia untuk berhaji. Hingga kini ibadah Haji merupakan sebuah mu’tamar internasional yang mempertemukan umat muslim sejagad raya dari berbagai ras, suku dan bangsa dengan beragam macam bahasa.

Ibrahim tidak hanya membangun ka’bah tetapi juga memperkokoh konsep tatakota dan tata niaga di Mekkah dengan disertai do’a. sehingga negeri yang yang tandus, kering dan tidak ada tanaman menjadi negeri yang aman, penduduknya terdiri dari orang-orang yang beriman bertaqwa mendirikan sholat dan dijauhkan dari penghambaan terhadap berhala-berhala. Selain itu Makkah menjadi negeri yang yang menarik mempesona banyak dikunjungi manusia. Bahkan Makkah menjadi negeri yang penduduknya diberi kecukupan rizki.dari buah-buahan walaupun bumi Makkah sangatlah tandus dan kering.

رَبِّ اجْعَلْ هذا بَلَداً ءامِناً وَارْزُقْ أَهْلَهُ مِنَ الثَّمَراتِ مَنْ ءامَنَ مِنْهُمْ بِاللَّهِ وَاليَوْمِ الآخِرِ

“Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman di antara mereka kepada Allah dan hari kemudian.”

Demikianlah kita sebagai muslim harus meneladai kemuliaan Nabi Ibrahim as yang selalu ta’at kepada-Nya dan sabar atas berbagai cobaan-Nya.



اللهم ربنا اصرف عنا عذاب جهنم إن عذابها كان غراما, إنها سائت مستقرومقاما, ربنا هب لنا من أزواجنا وذرياتنا قرة أعين واجعلنا للمتقين إماما, بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِيْ اْلقُرْآنِ اْلعَظِيْمِ وَنَفَعَنِي وَإيَّاكُمْ ِبمَا ِفيْهِ مِنَ اْلآياَتِ وَالذكْر ِالْحَكِيْمِ وَتَقَبَّلَ مِنِّي وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ إنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ اْلعَلِيْمُ

Khutbah II

اَلْحَمْدُ للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ. وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا

اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ

اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ

Sumber Nu Online
 

Kiai Munir: NU Harus Berkontribusi Bagi Masyarakat

K. Munir (kiri) dan K. Waryono
Pengurus Nahdlatul Ulama (NU) dan warga Nahdliyin mengemban amanah dari Rasullullah melalui ulama agar menjadikan syiar Islam lebih kuat. Oleh karenanya memberi kontribusi nyata bagi masyarakat. Hal ini disampaikan Rois Syuriah PCNU Kota Yogyakarta, KH. Munir Syafaat, saat membuka Pelatihan Kesyuriahan dan perawatan Jenazah di Ponpes. Hidayatul Mubtadi’in, Kota Gede Ahad (21/10) kemarin. Tak kurang 60 peserta hadir mengikuti kegiatan ini. Mereka terdiri dari perwakilan MWC NU se-Kota Yogyakarta.

Saat ditemui NU Online Yogya wakil Rais Syuriah PCNU Kota Yogyakarta, Dr. H. Munjahid. M. Ag, menjelaskan perlu pembinaan langsung terhadap pengurus PCNU, warga Nahdliyin dan masyarakat. Khususnya pembinaan pada wilayah praksis yang mutlak menjadi kebutuhan di tengah masyarakat.

“Dua hal penting yang menjadi perhatian PCNU Kota pada pelatihan kali ini, sekaligus sebagai tindak lanjut hasil raker di Hotel Istana,”ujar Munjahid “Pertama, pelatihan Syriah. Dengan pelatihan ini diharapkan pengurus PCNU kota memahami job masing. Kedua, pengurusan jenazah. Ini sangat penting agar masyarakat tidak salah kaprah mengurus jenazah,”jelasnya.

Pelatihan syuriah langsung dipandu oleh Dr. Waryono, sementara pelatihan mengurus jenazah dipandegani oleh H. Zainal dan Dr. H. Munjahid. Kegiatan ini baru kali pertama diadakan pengurus PCNU Kota dan rencananya akan menjadi agenda rutin tahunan. Adapun materi pelatihan bisa berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan di masyarakat.

Dalam agenda ini pula, dilaunching KARTANU berasuransi hasil kerjasama PCNU Kota Yogyakarta dengan Bumida Syari’ah.

Sumber NU Yogya Online
 

Resolusi Jihad NU, Fakta Sejarah yang Disingkirkan

Ilustrasi
Miror dari NU Online
Hari ini, 22 Oktober, 67 tahun lalu PBNU menyerukan Resolusi Jihad di Surabaya untuk menyikapi perkembangan situasi yang menunjukkan gelagat bakal berkuasa kembalinya penjajah Belanda melalui pemerintahan yang disebut NICA. 

Pada awal Oktober 1945, tentara Jepang di Semarang dan Bandung yang sudah dilucuti rakyat merebut kembali kota Semarang dan Bandung yang telah jatuh ke tangan Indonesia dan kemudian menyerahkan kepada Inggris.

Pemerintah RI menahan diri untuk tidak melakukan perlawanan dan mengharapkan penyelesaian kasus itu secara diplomatik. Pemerintah RI bahkan  menerima saja ketika melihat bendera Belanda dikibarkan di Jakarta. Tindakan Jepang yang menguntungkan Inggris itu  membuat marah para pemimpin Indonesia, termasuk para ulama NU.

Kecurigaan terhadap orang-orang sosialis yang tergabung dalam PRI melakukan operasi sepihak menyelamatkan orang-orang Belanda, tanggal 10 – 11 Oktober 1945 ketika PRI menggeledah kantor RAPWI dan perumahan Eropa sudah tersiar kabar bahwa ditemukan banyak bukti tentang rencana serangan, perangkat radio, peta sistem komunikasi, instruksi dari pemerintah NICA di Australia. Suasana di Surabaya pun memanas.

Lalu dengan alasan untuk menghindari aksi massa, tanggal 15 Oktober 1945 sekitar 3500 orang Belanda dan Indo Belanda yang sudah dilepas dari interniran Jepang, diam-diam  oleh PRI dinaikkan truk-truk dan dibawa ke penjara Kalisosok (werfstraat) untuk ditahan serta ditempatkan di sejumlah tempat yang aman. Sebagian truk yang membawa para tawanan itu kemudian dihadang massa di depan markas PRI di Simpang Club dan para tawanan itu dihakimi massa secara brutal.

Kabar bakal mendaratnya Sekutu yang diboncengi tentara NICA makin keras terdengar  di tengah penduduk Surabaya yang dicekam kemarahan ditambah pidato-pidato Bung Tomo lewat Radio Pemberontakan mulai mengudara. Atas dasar berbagai pertimbangan  PBNU mengundang konsul-konsul NU di seluruh Jawa dan Madura agar hadir pada  21 Oktober 1945 di kantor PB ANO di Jl. Bubutan VI/2 Surabaya. 

Malam hari tanggal 22 Oktober 1945, Rais Akbar KH Hasyim Asy’ari, menyampaikan amanat berupa pokok-pokok kaidah tentang kewajiban umat Islam, pria maupun wanita, dalam jihad mempertahankan tanah air dan bangsanya. Rapat PBNU yang dipimpin Ketua Besar KH Abdul Wahab Hasbullah itu kemudian menyimpulkan satu keputusan dalam bentuk resolusi yang diberi nama “Resolusi Jihad Fii Sabilillah”, yang isinya sebagai berikut:

“Berperang menolak dan melawan pendjadjah itoe Fardloe ‘ain (jang haroes dikerdjakan oleh tiap-tiap orang Islam, laki-laki, perempoean, anak-anak, bersendjata ataoe tidak) bagi jang berada dalam djarak lingkaran 94 km dari tempat masoek dan kedoedoekan moesoeh. Bagi orang-orang jang berada di loear djarak lingkaran tadi, kewadjiban itu djadi fardloe kifajah (jang tjoekoep, kalaoe dikerdjakan sebagian sadja…”

Inilah seruan Jihad yang secara syar’i disepakati para ulama dengan maksud utama  membela Negara Indonesia yang berdasar Pancasila dan UUD 1945 dari serangan bangsa lain yang ingin menjajah kembali bangsa Indonesia. Penduduk Surabaya yang sudah panas pun tambah terbakar semangatnya karena amarah mereka terhadap musuh memperoleh legitimasi Jihad dari ulama, sehingga mati pun dalam keadaan membela kedaulatan Negara Indonesia akan beroleh balasan surga.

Demikianlah, sejak tanggal 22 Oktober 1945 itu seluruh penduduk bersiaga perang menunggu pendaratan tentara Inggris yang kabarnya sudah tersiar sejak pekan kedua Oktober 1945. Pidato-pidato Bung Tomo lewat Radio Pemberontakan yang ditandai teriakan Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar pun makin mengobarkan semangat perjuangan semua penduduk Jawa Timur dari kalangan pemimpin setingkat gubernur, Menteri Pertahanan, Walikota  hingga ke warga kampung.

Seruan untuk berjihad fii sabilillah inilah yang menjadi pemicu perang massa (Tawuran Massal) pada tanggal 27, 28, 29 Oktober 1945. Saat itulah, arek-arek Surabaya yang dibakar semangat jihad menyerang Brigade ke-49 Mahratta pimpinan Brigadir Jenderal Aulbertin Walter Sothern Mallaby. Hasilnya, lebih dari 2000 orang pasukan kebanggaan Inggris tewasnya. Sang Brigadir Jenderal, A.W.S. Mallaby juga tewas akibat dilempar granat.

Perang Massa (Tawuran Massal) tanpa komando yang berlangsung selama tiga hari yang mengakibatkan kematian Brigadir Jenderal A.W.S. Mallaby itulah yang memicu kemarahan Inggris yang berujung  pada pecahnya pertempuran besar Surabaya 10 November 1945 yang setiap tahun diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Sayang sekali, fakta sejarah tentang Resolusi Jihad NU dan Perang Massa (Tawurang Massal) tiga hari itu diam-diam tidak disinggung dalam penulisan sejarah seputar  peristiwa pertempuran 10 November 1945 yang dikenang oleh Inggris dengan satu kalimat: “Once and Forever”, bahkan belakangan peristiwa itu disingkirkan dari fakta sejarah seolah-olah tidak pernah terjadi. (Agus Sunyoto, Sejarawah dan Sastrawan, tinggal di Malang, Jawa Timur)
 

Peran Strategis Syuriah Nahdlatul Ulama

Banyak literatur tentang Nahdlatul Ulama (NU) telah tersedia di masyarakat, namun tidak semua jamaah bisa mengaksesnya. Utamanya jamaah yang berada di kampung dan tidak memiliki waktu untuk membaca buku. Mengingat hal tersebut, jajaran syuriah memiliki tugas sebagai lidah penyampai.

Demikian cuplikan paparan Dr. Waryono, wakil Rois Syuriah PCNU Kota Yogyakarta dalam pelatihan kesyruriahan PCNU Kota Yogyakarta yang dilaksanakan di Pendopo Pesantren Kotagede Hidayatul Mubtadiin (KHB) (21/20/12).

Add caption
Menurut Waryono, dalam kalangan Nahdlatul Ulama (NU) syuriah merupakan rujukan bagi pelbagai permasalahan ummat. Syuriah sehendaknya mampu memberikan jawaban yang tepat atas segala permasalahan yang dihadapi jamaah, utamanya masalah keagamaan.

"Syuriah harus banyak membaca literatur tentang Ahlussunnah Wal Jamaah, minimal hafal isi Hujjah Ahlussunnah karangannya mbah Ali Maksum Krapyak. Kalau sudah, sampaikan pengetahuan tersebut kepada jamaah" ujar Waryono.

Lebih lanjut, sebagai tindak lanjut dari pelatihan kali ini, akan dilaksanakan pengajian rutin bagi jajaran syuriah MWC NU se-Kota Yogyakarta. Bertempat di Pendopo Pesantren KHB, rencananya pengajian tersebut akan dilaksanakan 2 kali dalam seminggu.
 

PCNU Kota Yogyakarta Gelar Pelatihan Kesyuriahan

Dalam rangka pemberdayaan Majlis Wakil Cabang (MWC) Kota Yogyakarta, PCNU Kota Yogyakarta berencana mengadakan kegiatan pelatihan kesyuriahan dan Perawatan jenazah besok pada 21 Oktober 2012. Kegiatan ini akan diselenggarakan di PP Hidayatul Mubtadiin Kotagede Yogyakarta.

Menurut K Irfan Antono, wakil skretaris PCNU Kota Yogyakarta, pelatihan kesyuriahan ini dikhusukan bagi para Rois Syuriah yang ada di MWC. Baru ketika yang bersangkutan berhalangan bisa diwakilkan kepada takmir masjid/tokoh agama setempat.

Berikut Undangan Resminya:

=======
kpada: Ketua Majlis Wakil Cabang NU
Se Kota Yogyakarta
Di – Yogyakarta

الســلا م عـليـكـم ورحـمـة الله و بـركا ته

Sesuai dengan dengan program kerja yang telah di tetapkan dalam Musyawarah Kerja Cabang, serta dalam rangka pemberdayaan MWC, maka PCNU Kota Yogyakarta akan menyelenggarakan serangkaian kegiatan :
1. Pelatihan Kesyuriyahan
2. Pelatihan Perawatan Janazah
Kegiatan tersebut diatas akan di selenggarakan besok pada :
Hari/Tgl: Ahad 21 Oktober 2012
Pukul : 08.00 s/d 16.00
Tempat : PP Hidayatul Mubtadi’in, Prenggan Kotagede
Berkenaan dengan kegiatan di maksud kami memohon dengan sangat agar setiap MWC mengirimkan peserta dengan ketentuan sebagai berikut:
A. Pelatihan Kesyuriyahan
1. Calon peserta diutamakan dari jajaran Syuriyah MWC, bila tidak dapat dapat dari tokoh agama, pemangku madrasah atau pondok
2. Masing-masing MWC mengirimkan 2 orang dengan mengisi form pendaftaran
3. Kepada peserta di sediakan uang transpot
B. Pelatihan Perawatan Jenazah
1. Calon peserta dari jajaran pengurus MWC, dan atau kaum rois, tokoh agama, ta’mir masjid/mushalla NU
2. Masing-masing MWC mengirimkan 3 orang dengan mengisi form pendaftaran
3. Kepada peserta di sediakan uang transpot
Demikian surat permohonan ini kami sampaikan, kemudian atas perhatian bapak serta terkabulnya permohonan ini dihaturkan terima kasih.

والله المـوفّـق الي أقـوم الطـريق ,والســلا م عـليـكـم ورحـمـة الله و بـركا ته
 

Hilal Tak Terlihat, 1 Dzulhijjah Jatuh Pada Rabu


Ilustrasi
Pelaksanaan rukyatul hilal (observasi bulan sabit) untuk penetapan tanggal 1 Dzulhijjah 1433 H yang dilakukan oleh Lajnah Falakiyah Nahdlatul Ulama di berbagai titik rukyat di Indonesia pada Senin (15/10) petang kemarin, bertepatan dengan tanggal 29 Dzulqa’dah, dinyatakan tidak berhasil.

Dalam almanak NU yang diterbitkan oleh Lajnah Falakiyah, posisi hilal memang masih belum memungkinkan untuk dilihat, karena ijtima’ atau konjungsi terjadi sebelum dzuhur dan pada saat dilakukan rukyat hilal masih berada di bawah ufuk barat.

Setelah rukyat dinyatakan tidak berhasil, maka penentuan awal bulan dalam penanggalan qamariyah atau hijriyah dilakukan dengan kaidah istikmal, atau penyempurnaan bulan sebelumnya (dalam hal ini Dzulqa’dah) menjadi tiga puluh hari.

Ini ikhbar dari PBNU: Assalamu'alaikum ww. Di ikhbarkn bhw pelaksnaan observasi hilal (ru'yah) Senin 15 okt 2012, tdk berhasil melihat hilal. Mk awal Dzulhijjah 1433 H jth pd Rabu 16 Oktb 2012 ats dsr istikmal. Slmt Idul Adlha 1433 H. Trmksh ats partisipasi d prhtian yg dibrkn. ( A.Ghazalie Masroeri-LFPBNU).” Demikian Menurut SMS Ketua Lajnah Falakiyah PBNU KH A. Ghazali Masroeri kepada K. Taufiq, Tanfidiyah PCNU Kota Yogyakarta.

Sementara itu Senin malam KH Ghazalie langsung mengikuti Sidang Itsbat di kantor Kementerian Agama, Jakarta, bersama perwakilan ormas Islam lainnya. Sidang yang dipimpin oleh Wakil Menteri Agama Nasaruddin Umar menetapkan hari raya Idul Adha atau tanggal 10 Dzulhijjah 1433 jatuh pada tanggal 26 Oktober 2012

Disadur dari NU Online
 

Al-Qunut fi Shalat al-Fajr: Upaya Telaah Hadits Kontradiktif

Oleh: Abdul Qodir, Anggota Lakpesdam Kota Yogyakarta

Telah jadi permasalahan klasik tentang perbedebatan qunut di dalam shalat, baik shalat shubuh, witr, dan shalat-shalat lain. Namun yang jadi permasalahan pokok ialah qunut dalam shalat shubuh, bahkan dalam konteks keislaman Indonesia, hal ini merupakan salah satu tema besar yang menjadi alasan perpecahan sebagian kelompok. Berangkat dari fenomena inilah penulis merasa tertarik untuk membahas tema ini dalam kajian Nasikh-Mansukh fi al-Hadits.

1.1  Hadits-hadits pendukung adanya Qunut dalam shalat al-Fajr (Shubuh)
Bukhari no. 946 (CD. ROM Mausu’ah)
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ قَالَ سُئِلَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ أَقَنَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الصُّبْحِ قَالَ نَعَمْ فَقِيلَ لَهُ أَوَقَنَتَ قَبْلَ الرُّكُوعِ قَالَ بَعْدَ الرُّكُوعِ يَسِيرًا
Muslim no. 1083 (CD. ROM Mausu’ah)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى حَدَّثَنَا مُعَاذُ بْنُ هِشَامٍ حَدَّثَنِي أَبِي عَنْ يَحْيَى بْنِ أَبِي كَثِيرٍ قَالَ حَدَّثَنَا أَبُو سَلَمَةَ بْنُ عَبْدِ الرَّحْمَنِ أَنَّهُ سَمِعَ أَبَا هُرَيْرَةَ يَقُولُا وَاللَّهِ لَأُقَرِّبَنَّ بِكُمْ صَلَاةَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَكَانَ أَبُو هُرَيْرَةَ يَقْنُتُ فِي الظُّهْرِ وَالْعِشَاءِ الْآخِرَةِ وَصَلَاةِ الصُّبْحِ وَيَدْعُو لِلْمُؤْمِنِينَ وَيَلْعَنُ الْكُفَّارَ
Muslim no. 1093 (CD. ROM Mausu’ah)
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ الْمُثَنَّى وَابْنُ بَشَّارٍ قَالَا حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ جَعْفَرٍ حَدَّثَنَا شُعْبَةُ عَنْ عَمْرِو بْنِ مُرَّةَ قَالَ سَمِعْتُ ابْنَ أَبِي لَيْلَى قَالَ حَدَّثَنَا الْبَرَاءُ بْنُ عَازِبٍ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَقْنُتُ فِي الصُّبْحِ وَالْمَغْرِبِ

1.2  Hadis-hadis yang kontradiktif
أَخْبَرَنَا قُتَيْبَةُ عَنْ خَلَفٍ وَهُوَ ابْنُ خَلِيفَةَ عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ عَنْ أَبِيهِ قَالَ صَلَّيْتُ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَلَمْ يَقْنُتْ وَصَلَّيْتُ خَلْفَ أَبِي بَكْرٍ فَلَمْ يَقْنُتْ وَصَلَّيْتُ خَلْفَ عُمَرَ فَلَمْ يَقْنُتْ وَصَلَّيْتُ خَلْفَ عُثْمَانَ فَلَمْ يَقْنُتْ وَصَلَّيْتُ خَلْفَ عَلِيٍّ فَلَمْ يَقْنُتْ ثُمَّ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنَّهَا بِدْعَةٌ

2.1 Penarapan metode

2.1.1 Qunut telah dinasakh
Dalam pembahasan ini terdapat banyak pendapat, pendapat yang pertama menyatakan bahwasannya Hadis yang meniadakan qunut ini adalah hadits yang menasakh hadits-hadits yang pertama. Karena datangnya setelah Hadis-hadis yang menyatakan bahwasannya Rasulullah qunut dalam shalat shubuh dan maghrib. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Abi Bakr Ahmad bin Muhammad bin Hani’ al-Atsram dalam kitabnya “Nasikh al-Hadits wa Mansukhuhu”. Beliau juga memperkuat pendapatnya dengan pernyataan :
“Rasulullah hanya Qunut ketika mendoakan suatu kaum, dan tidak melaksanakannya secara kontinyu.”
Dan Hadits terakhir yang dijadikan argumen:
حَدَّثَنَا بَهْزٌ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ قَالَ أَخْبَرَنِي قَتَادَةُ قَالَ حَدَّثَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ شَهْرًا ثُمَّ تَرَكَهُ
Jadi lafadz “Tarakahu” disini menjadikan kekuatan adanya penasakhan, karena secara literal, lafadz tersebut bermakna “kemudian Rasulullah meninggalkan Qunut tersebut.
Beliau menambahkan dengan hujjah amal al-Aimmah (Khulafa’ al-Rasyidin), Abu Bakar melaksanakan Qunut ketika mendoakan ahl al-riddah, Umar ketika mendoakan ahl al-faris, dan Ali pada saat terjadi peperangan, dengan kata lain para Khulafa’ al-Rasyidin tidak melaksanakannya secara mudawamah (hanya qunut Nazilah saja).
Tidak hanya itu, beliau juga melakukan upaya pentarjihan, yaitu dengan menyandingkan hadits terkahir dengan hadits dla’if yang diriwayatkan anas bin Malik dalam musnad Ahmad no. 3/162:
أن النبيّ لم يزل يقنت حتى مات
Pengarang kitab tersebut adalah penganut madzhab Imam Hanbal, seperti yang telah kita ketahui bahwa Imam Hanbal tidak mengkategorikan Qunut sebagai sunnah dalam Shalat. Jadi sangatlah wajar jika hasil dari ijtihadnya qunut telah dinasakh (Mansukh).

2.1.2 Qunut telah menasakh ketiadaannya.
Pendapat yang kedua dikemukakan oleh Abu Hafsh Umar bin Ahmad bin Utsman bin Syahin dalam karyanya “Nasikh al-Hadits wa Mansukhuhu”. Kitab ini memliki kesamaan nama dengan kitab karya Ibn al-Atsram pada point sebelumnya.
حدثنا احمد بن محمد بن مغلس قال حدثنا الحسين بن علي بن يزيد الصدائي وحدثني محمد بن القاسم الشطوي قال حدثنا احمد بن الخليل قالا حدثنا محمد بن يعلي يلقب زنبور قال حدثنا عنبسة بن عبد الرحمن عن عبد الله بن نافع عن ابيه عن ام سلمة قالت نهى رسول الله صلي الله عليه وسلم عن القنوت في الفجر
Secara eksplisit Hadits ini menyatakan bahwasannya Qunut dalam Shalat al-Fajr (Shubuh) telah dilarang oleh Rasulullah saw. Namun Ibn Syahin berpendapat Hadits ini telah dihapus (Mansukh) dengan Hadits yang datang dari Anas ibn Malik :
عن ابو جعفر الرازي عن الربيع عن انس بن مالك ان رسول الله صلي الله عليه وسلم قنت في صلاة الغداة حتى مات
Menurut beliau (Ibn Syahin), Hadits yang melarang Qunut dalam shalat Shubuh adalah Hadits Gharib, dan juga tidak diketahuinya rawi yang bernama Anbatsah. Sedangkan Hadits yang diriwayatkan oleh Anas tersebut menasakh hadits yang pertama dan juga hadits-hadits lain yang sependapat. Beliau juga berpijak pada Amal Ahl al-Madinah yang melaksanakan Qunut secara Mudawamah. Dari Amal ahl al-Madinah ini beliau menyimpulkan bahwa Hadits terakhir yang dapat menasakh, karena Hadits itulah yang digunakan oleh ahl al-Madinah. Untuk lebih menguatkan argumennya, beliau juga menambahkan pendapat dari Ibn Abi Dza’b :
“Qunut ialah perintah yang berlaku di negara ini (Madinah) sejak Islam itu ada”. Untuk menghindari kasalahan penterjemahan, berikut teks aslinya :
هو (القنوت )الامر بهذا البلد منذ كان الاسلام
Pendapat yang selaras juga dikemukakan oleh Abu al-Zanad, Ibn Harmaz, dan juga Sufyan al-Tsauri. Dalam keterangannya, beliau juga menambahkan, Madzhab Imam Malik—dalam hal ini sebagai Ulama Madinah—juga menyatakan bahwa Qunut hukumnya sunnah, namun perbedaannya dengan Al-Syafi’i, Imam Malik melaksanakannya sebelum Ruku’.
Catatan: Dalam kitab ini, hadits yang menasakh ialah hadits yang dianggap dla’if oleh al-Atsram dalam kitabnya “Nasikh al-Hadits wa Mansukhuhu” di atas. Namun disini penulis menawarkan sebuah hadits lain yang terdapat dalam sunan al-Tirmidzi yang juga disertai pendapat beberapa Ulama untuk jadi bahan pertimbangan :
حَدَّثَنَا أَحْمَدُ بْنُ مَنِيعٍ حَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ قَالَ قُلْتُ لِأَبِي يَا أَبَةِ إِنَّكَ قَدْ صَلَّيْتَ خَلْفَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَأَبِي بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ وَعَلِيِّ بْنِ أَبِي طَالِبٍ هَا هُنَا بِالْكُوفَةِ نَحْوًا مِنْ خَمْسِ سِنِينَ أَكَانُوا يَقْنُتُونَ قَالَ أَيْ بُنَيَّ مُحْدَثٌ قَالَ أَبُو عِيسَى هَذَا حَدِيثٌ حَسَنٌ صَحِيحٌ وَالْعَمَلُ عَلَيْهِ عِنْدَ أَكْثَرِ أَهْلِ الْعِلْمِ و قَالَ سُفْيَانُ الثَّوْرِيُّ إِنْ قَنَتَ فِي الْفَجْرِ فَحَسَنٌ وَإِنْ لَمْ يَقْنُتْ فَحَسَنٌ وَاخْتَارَ أَنْ لَا يَقْنُتَ وَلَمْ يَرَ ابْنُ الْمُبَارَكِ الْقُنُوتَ فِي الْفَجْرِ قَالَ أَبُو عِيسَى وَأَبُو مَالِكٍ الْأَشْجَعِيُّ اسْمُهُ سَعْدُ بْنُ طَارِقِ بْنِ أَشْيَمَ حَدَّثَنَا صَالِحُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ أَبِي مَالِكٍ الْأَشْجَعِيِّ بِهَذَا الْإِسْنَادِ نَحْوَهُ بِمَعْنَاهُ

2.1.3 Analisis Imam Al-Syafi’i
Dalam pembahasan ini, penulis mencoba menghadirkan pendapat yang berbeda dari keduanya, yakni pendapat Imam al-Syafi’i dalam kitabnya Ikhtilaf al-Hadits.
Dalam awal pembahasannya, beliau menghadirkan Hadits yang membahas tentang Qunut yang dilaksanakan pada perang Ahl Bi’r Ma’unah. Perang tersebut berlangsung selama lima belas malam (hari), dan ada juga pendapat yang menyatakan satu bulan. Dan selama itu pula Rasulullah melaksanakan Qunut dalam setiap Shalat. Dan setelah perang itu usai, Rasulullah meninggalkannya. Menurut Imam al-Syafi’i, Rasulullah meninggalkan Qunut selain  shalat shubuh, dan tetap menjalankannya pada waktu shubuh.
حَدَّثَنَا بَهْزٌ حَدَّثَنَا هَمَّامٌ قَالَ أَخْبَرَنِي قَتَادَةُ قَالَ حَدَّثَنِي أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَنَتَ شَهْرًا ثُمَّ تَرَكَهُ
“Syahr” dalam hadits tersebut ialah masa perang Ahl Bi’r Ma’unah, membaca doa Qunut dalam setiap shalatnya, kemudian meninggalkannya (Tarakahu) dalam empat shalat lainnya selain shalat shubuh. Adapun hukum Qunut selain shalat shubuh menurut Imam Al-Syafi’i ialah Mubah, seperti halnya membaca bacaan doa-doa dalam shalat. Status Hadits yang mengandung lafadz Tarakahu tersebut bukanlah sebagai Nasikh. Tapi lebih tepatnya Imam Syafi’i berpendapat, metode yang dapat diambil ialah al-Jam’u wa al-Taufiq.
حَدَّثَنَا مُسَدَّدٌ قَالَ حَدَّثَنَا حَمَّادُ بْنُ زَيْدٍ عَنْ أَيُّوبَ عَنْ مُحَمَّدِ بْنِ سِيرِينَ قَالَ سُئِلَ أَنَسُ بْنُ مَالِكٍ أَقَنَتَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الصُّبْحِ قَالَ نَعَمْ فَقِيلَ لَهُ أَوَقَنَتَ قَبْلَ الرُّكُوعِ قَالَ بَعْدَ الرُّكُوعِ يَسِيرًا
Menurut Syafi’i, hadits-hadits yang menyatakan adanya Qunut ialah pasca perang Ahl Bi’r Ma’unah, karena sebelumnya Nabi saw tidak pernah membaca doa Qunut. Dan hadits di atas sebagai penguat bahwasannya Rasulullah masih memabaca Qunut dalam shalat shubuh pasca perang tersebut.

3. Simpulan dan penutup
Dari uraian ringkas di atas, dapat kita ketahui banyaknya perbedaan pendapat tentang hadits Qunut ini. Tidak hanya mengenai matan Hadits itu sendiri, tapi juga mengenai perbedaan pendapat ketika menempatkan hadits-hadits tersebut, mana yang Nasikh dan mana yang Mansukh. Dan juga adanya pebedaan pendapat mengenai penerapan metode, ada yang menganggapnya sebagai kajian nasikh mansukh, ada yang rajih-marjuh, dan juga ada yang al-Jam’u wa al-Taufiq. Semuanya sama-sama menggunakan argumen yang kuat. Jadi, sudah seyogyanya kita sebagai pengkaji hadits untuk membaca lebih cerdas lagi perbedaan-perbedaan tersebut. Sangat ironis sekali jika diantara kita masih saling memperdebatkan siapakah yang paling benar antara yang memakai qunut dan yang tidak. Namun sebagai pemula, tentu analisis yang disajikan penulis kurang begitu tajam, sehingga membutuhkan banyak koreksi dari pembaca. Semoga bermanfaat untuk Islam Indonesia, Amin.
 

Membangun Sinergi Sosial Lewat Lailatul Ijtima'

Jumat 12/10/12 Pengurus Cabang Nahdlatu Ulama (PCNU) Kota Yogyakarta melaksanakan pengajian rutin selapanan di Masjid Alhuda, Gedong Kuning. Majlis yang dikenal dengan Lailatul Ijtima' ini dihadiri oleh puluhan Pengurus PC dan MWC NU se-Kota Yogyakarta.

Menurut K. Ahmad Taufiqurrahman, majelis Lailatul Ijtima' merupakan Sebuah Ikhtiyar untuk membangun sinergi sosial yang refleksional dan transendental. Sehingga NU Kota mampu bersinergi secara sosial untuk terus mewujudkan masyarakan yang "mabadi khoiro ummah".

"Esensi pluralitas dan membela yang benar merupakan salah satu kajian penting yang harus dilakukan" ujar K. Taufiq.

Untuk selanjutnya, Lailatu Ijtima' akan diadakan di MWC Kraton, tepatnya di kampung Suryoputran.
 

Pendidikan Inklusi dalam Islam Rahmatan Lil'alamin

Ilustrasi, Sumber gambae http://atmajaya.ac.id
Wawasan GSI (Gender Social Inklusion) dalam Pendidikan Islam: Sebuah Ikhtiar Membangun Keadilan melalui Pendidikan Inklusi

Waryono Abdul Ghafur[1]

Abstrak

Isu kesetaraan gender dalam dunia pendidikan, yang pada dua dasawarsa terkahir menjadi isu sentral, satu diantaranya dipicu oleh kenyataan terjadinya diskriminasi gender di dunia pendidikan itu. Isu gender bahkan hanya salah satu bagian dari persoalan sosial yang lebih luas, yang harus direspon, lebih-lebih dalam konteks Islam.

Dalam sumber otoritatif Islam ternyata terdapat nilai-nilai dasar universal yang mendorong kesetaraan, bukan hanya dalam konteks perbedaan gender, namun juga dalam persoalan sosial lainnya. Oleh karena itu Islam sangat melarang sikap diskriminatif. Sebaliknya Islam medorong kesetaran dalam berbagai level. Itulah salah satu makna Islam sebagai agama rahmatan lil’alamin.

A. Pendahuluan

UUD 1945 pasal 31 ayat 1 menyebutkan bahwa “tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran” dan sistem pendidikan nasional nomor 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 1 menyebutkan bahwa “setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu”, ayat 2 “setiap warga negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”. Lebih lanjut pada pasal 11 menyebutkan bahwa “pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negera tanpa diskriminasi”. Landasan yuridis ini menunjukkan bahwa anak berkebutuhan khusus juga mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan layanan pendidikan dan pengajaran yang bermutu, memberikan kemudahan akses tanpa diskriminasi, sebagaimana warga negara lain yang “normal”.

Landasan ideal yuridis-normatif tersebut memang indah diucapkan tetapi sulit dilaksanakan, ibarat “jauh panggang dari apinya”, kenyataan menunjukkan bahwa prosentase anak berkebutuhan khusus “cacat” yang mendapatkan layanan pendidikan di Indonesia jumlahnya amat sedikit. Menurut data PBB bahwa di dunia ini hingga tahun 2000 terdapat sekiar 500 juta orang cacat. Dari total itu sekitar 80 % hidup di negara-negara berkembang. Prefalensi diabilitas (angka kecacatan) dari jumlah total populasi adalah sekitar 2.3 %, sedangkan angka prefalensi anak berbakat sekitar 2 %. Artinya setiap 1.000 orang terdapat 23 orang yang menderita cacat, dan setiap 1.000 orang terdapat 20 anak berbakat. Berkaitan dengan penderita cacat ini bila penduduk usia sekolah di Indonesia tahun 2000 diperkirakan sebesar 76.478.249 maka penderita cacat atau kelainan adalah sekitar 1.759.000 orang dan terdapat anak berbakat sebanyak 1.529.565 siswa.[2]

Bila dicermati pelaksanaan PLB (Pendidikan Luar Biasa) di Indonesia maka setidaknya terdapat tiga masalah dalam penyelengaraan PLB. Pertama, prosentase penderita cacat yang mendapatkan layanan pendidikan amat kurang memadai yaitu 0,2 % pada tahun 2000. Sedangkan anak berbakat belum mendapatkan perhatian secara serius walau sudah ada beberapa sekolah yang menyediakan layanan khusus. Kedua, perhatian pemerintah pada penderita cacat masih amat rendah yang hanya menyediakan 4 % dari total sekolah dan menampung 8 % dari penderita cacat yang bersekolah. Ketiga, layanan PLB mayoritas terdapat kota-kota besar di Jawa yang berarti penderita cacat di kota-kota kecil dan terpencil masih banyak terabaikan.[3]

Mencermati hal tersebut usaha untuk mendapatkan perlakuan yang sama dan tanpa diskriminasi sebagai warga negara bagi warga negara yang berkebutuhan khusus harus dilakukan. Usaha tersebut telah banyak dilakukan, baik oleh organisasi dunia maupun nasional. Dengan berlandaskan kepada deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (1948), konvensi Hak Anak (1989), Deklarasi Dunia tentang Pendidikan untuk Semua—Education for all—(1990), Peraturan Standar PBB tentang persamaan kesempatan bagi para penyandang cacat (1993), Pernyataan Salamanca dan kerangka Aksi UNESCO (1990), Undang-Undang nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat, Kerangka Aksi Dakar (2000), Undang-undang RI Nomor 20 tentang Sistem Pendidikan Nasional (2003), dan Deklarasi Kongres Anak Internasional (2004), Bangsa Indonesia berkomitmen menciptakan pendidikan Inklusif, yaitu jaminan sepenuhnya kepada anak berkelainan dan anak berkebutuhan khusus lainya untuk memperoleh pendidikan yang bermutu dan berpartisipasi aktif dalam kehidupan masyarakat. Komitmen tersebut dituangkan dalam sebuah deklarasi Indonesia Menuju Pendidikan Inklusif yang dilaksanakan pada tanggal 8-14 Agustus 2004 di Bandung.

Salah satu amanat deklarasi ini adalah: “Menyelenggarakan dan mengembangkan pengelolaan pendidikan inklusif yang ditunjang kerja sama yang sinergis dan produktif di antara para stakeholders, terutama pemerintah, institusi pendidikan, institusi terkait, dunia usaha dan industri, orang tua serta masyarakat”.[4] Pendidikan inklusi ini penting dilaksanakan, sebab selama ini pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus disediakan dalam tiga macam lembaga pendidikan, yaitu Sekolah Berkelainan (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu.[5] Ketiga bentuk lembaga ini dinilai semakin menjauhkan peserta didik anak berkebutuhan khusus terhadap masyarakat umum, sementara tujuan lembaga pendidikan tersebut sesungguhnya adalah kelak diharapkan akan mampu berintegrasi dengan masyarakat, tetapi mengapa harus dijauhkan/dipisahkan dengan masyarakat. Karena itu lah pendidikan inklusi menemukan signifikansinya.

B. Sekilas Pendidikan Berkebutuhan Khusus/PLB

Pendidikan berkebutuhan khusus (special need education) atau sering disebut sebagai Pendidikan Luar Biasa adalah pendidikan yang khusus diselenggarakan bagi peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan/atau mental.[6] Pendidikan berkebutuhan khusus juga diartikan sebagai sebuah pendidikan yang menyediakan setting khusus seperti kelas khusus, sekolah khusus dan sekolah atau lembaga khusus dengan pengasramaan.[7] Tujuan Pendidikan ini adalah membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik dan atau mental dan atau perilaku (penyandang cacat)[8] agar mampu mengembangkan sikap pengetahuan, dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan.

Dalam perkembangannya, Pendidikan Luar Biasa yang berkonotasi Sekolah Luar Biasa (SLB) perlu dirubah dengan pendidikan anak berkebutuhan khusus (Education for Children With Special Needs) yang mencakup anak-anak yang bersekolah di SLB/SDLB maupun anak-anak yang berada di sekolah reguler termasuk anak genius dan berbakat (gifted dan talented), anak yang mengalami kesulitan belajar, anak autis, down syndrome, anak korban narkoba dan lain sebagainya. Mereka ini membutuhkan pelayanan pendidikan khusus mulai dari satuan pendidikan TK, SD. SLTP, SMU maupun Perguruan Tinggi.[9] Layanan pendidikan luar biasa sesuai dengan PP Nomor: 72 TAHUN 1991 Tentang Pendidikan Luar Biasa Pasal 4 adalah dapat berbentuk Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB), Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB); dan Bentuk lain yang ditetapkan oleh Menteri.[10]

C. Pendidikan Inklusi

Pendidikan inklusi mempunyai pengertian yang beragam. Stainback dan Stainback[11] mengemukakan bahwa sekolah inklusi adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa, maupun bantuan dan dukungan yang dapat diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Lebih dari itu, sekolah inklusi juga merupakan tempat setiap anak dapat diterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi.

Selanjutnya, Staub dan Peck[12] mengemukakan bahwa pendidikan inklusif adalah penempatan anak berkelainan tingkat ringan, sedang, dan berat secara penuh di kelas reguler. Hal ini menunjukkan bahwa kelas reguler merupakan tempat belajar yang relevan bagi anak berkelainan, apapun jenis kelainannya dan bagaimanapun gradasinya. Sementara itu, Sapon-Shevin[13] menyatakan bahwa pendidikan inklusif sebagai sistem layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah-sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya.

Oleh karena itu, ditekankan adanya restrukturisasi sekolah, sehingga menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap anak, artinya kaya dalam sumber belajar dan mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitarnya. Melalui pendidikan inklusif, anak berkelainan dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan (berkelainan) yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas.[14]

Pendidikan inklusi merupakan perkembangan terkini dari model pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang secara formal kemudian ditegaskan dalam pernyataan Salamanca pada Konferensi Dunia tentang Pendidikan Kebutuhan Khusus pada bulan Juni 1994 di Salamanca Spanyol.[15] Prinsip mendasar dari pendidikan inklusif adalah: selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka.

Melalui pendidikan inklusif ini, anak berkebutuhan khusus dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan (berkelainan) yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas. Oleh karena itu, anak berkelainan perlu diberi kesempatan dan peluang yang sama dengan anak normal untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah (SD) terdekat. Sudah barang tentu SD terdekat tersebut perlu dipersiapkan segala sesuatunya. Pendidikan inklusi diharapkan dapat memecahkan salah satu persoalan dalam penanganan pendidikan bagi anak berkelainan selama ini. Tidak mungkin membangun SLB di tiap Kecamatan/Desa sebab memakan biaya yang sangat mahal dan waktu yang cukup lama.[16] Lebih lanjut dijelaskan bahwa dalam lingkungan masyarakat inklusif (keluarga, taman kanak-kanak, sekolah atau kelas tempat bekerja dan komunitas secara keseluruhan) siap mengubah dan menyesuaikan sistem lingkungan dan aktivitas yang berkaitan dengan semua orang lain serta mempertimbangkan kebutuhan semua orang, begitu juga anak yang menyandang kecacatan harus menyesuaikan diri agar cocok dengan setting yang ada akan tetapi diperlukan fleksibilitas, kreativitas dan sensitivitas dari lingkungan masyarakat inklusif.[17]

Pendidikan inklusi didasarkan pada empat landasan yaitu; landasan filosofis, yuridis, pedagogis, dan empiris. Pertama landasan filosofis. Landasan filosofis penerapan pendidikan inklusif di Indonesia adalah Pancasila yang merupakan lima pilar sekaligus cita-cita yang didirikan atas fondasi mendasar yaitu apa yang disebut Bhineka Tunggal Ika[18] atau keragaman.

Kedua, landasan yuridis adalah Deklarasi Salamanca (UNESCO, 1994) Deklarasi PBB tentang HAM tahun 1948 dan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dalam penjelasannya menyebutkan bahwa penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik berkelainan atau memiliki kecerdasan luar biasa diselenggarakan secara inklusif atau berupa sekolah khusus.

Ketiga, landasan pedagogis adalah pasal 3 UU Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003, disebutkan bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggungjawab. Jadi, melalui pendidikan, peserta didik berkelainan dibentuk menjadi warganegara yang demokratis dan bertanggungjawab, yaitu individu yang mampu menghargai perbedaan dan berpartisipasi dalam masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak awal mereka diisolasikan dari teman sebayanya di sekolah-sekolah khusus.

Keempat, landasan empiris yaitu hasil penelitian The National Academy of Sciences (Amerika Serikat) menunjukkan bahwa klasifikasi dan penempatan anak berkelainan di sekolah, kelas atau tempat khusus tidak efektif dan diskriminatif. Layanan ini merekomendasikan agar pendidikan khusus secara segregatif hanya diberikan terbatas berdasarkan hasil identifikasi yang tepat. Beberapa pakar bahkan mengemukakan bahwa sangat sulit untuk melakukan identifikasi dan penempatan anak berkelainan secara tepat, karena karakteristik mereka yang sangat heterogen.[19] Dari situ beberapa peneliti kemudian melakukan meta analisis (analisis lanjut) bahwa pendidikan inklusif berdampak positif, baik terhadap perkembangan akademik maupun sosial anak berkelainan dan teman sebayanya.

D. Pendidikan Inklusi dalam Pro dan Kontra

Penyelenggaraan pendidikan inklusif masih banyak menuai kontroversi. Setidaknya terdapat tiga pendapat tentang penyelenggaraan pendidikan inklusi. Pertama, pro pendidikan inklusi, kedua, kontra pendidikan inklusi dan ketiga, pelaksanaan pendidikan inklusi secara moderat (inklusi moderat)[20].

1.Pro Inklusi

Para pendukung konsep pendidikan inklusif mengajukan argumen bahwa sudah banyak bukti bukti empiris yang mendukung asumsi bahwa layanan pendidikan khusus yang diberikan di luar kelas reguler menunjukkan hasil yang lebih positif bagi anak, biaya sekolah khusus relatif lebih mahal dari pada sekolah umum, sekolah khusus mengharuskan penggunaan label berkelainan yang dapat berakibat negatif pada anak, banyak anak berkelainan yang tidak mampu memperoleh pendidikan karena tidak tersedia sekolah khusus yang dekat, anak berkelainan harus dibiasakan tinggal dalam masyarakat bersama masyarakat lainnya.

2.Kontra inklusi

Penolak model pendidikan inklusi memberikan argumentasi bahwa peraturan perundangan yang berlaku mensyaratkan bahwa bagi anak berkelainan disediakan layanan pendidikan yang bersifat kontinum, hasil penelitian tetap mendukung gagasan perlunya berbagai alternatif penempatan pendidikan bagi anak berkelainan, tidak semua orang tua menghendaki anaknya yang berkelainan berada di kelas reguler bersama teman-teman seusianya yang normal, pada umumnya sekolah reguler belum siap menyelenggarakan pendidikan inklusif karena keterbatasan sumber daya pendidikannya. Karenanya, meskipun sudah ada sekolah inklusi, keberadaan sekolah khusus (segregasi) seperti SLB masih diperlukan sebagai salah satu alternatif bentuk pelayanan pendidikan bagi anak berkelainan yang memerlukan.

3.Inklusi Moderat

Inklusi moderat memandang bahwa dalam praktik, istilah inklusi sebaiknya dipakai bergantian dengan instilah mainstreaming, yang secara teori diartikan sebagai penyediaan layanan pendidikan yang layak bagi anak berkelainan sesuai dengan kebutuhan individualnya. Penempatan anak berkelainan harus dipilih yang paling bebas dan sesuai dengan potensi dan jenis / tingkat kelainannya. Penempatan tersebut bersifat sementara, bukan permanen, dalam arti bahwa siswa berkelainan dimungkinkan secara luwes pindah dari satu alternatif ke alternatif lainnya, dengan asumsi bahwa intensi kebutuhan khususnya berubah-ubah. Filosofinya adalah inklusi, tetapi dalam praktiknya menyediakan berbagai alternatif layanan sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya. Model ini disebut inklusi moderat, dibandingkan dengan inklusi radikal seperti yang diperjuangkan oleh mereka yang pro inklusi.

E. Pendidikan Islam dalam Perpektif Anak Berkebutuhan Khusus

1.Pendidikan Islam

Terdapat banyak pengertian tentang pendidikan Islam yang dirumuskan oleh para ilmuwan muslim, namun secara sederhana pendidikan Islam dapat diartikan sebagai suatu jenis pendidikan yang pendirian dan penyelenggaraannya didorong oleh hasrat dan semangat cita-cita untuk mengejawantahkan nilai-nilai Islam baik yang tercermin dalam nama lembaganya maupun dalam kegiatan-kegiatan yang diselenggarakannya.[21] Islam di sini menjadi ruh dan semangat dalam seluruh aktivitas pendidikan yang senantiasa diilhami dari dasar ajaran Islam yaitu al-Qur’an dan Hadits.

Fungsi pendidikan Islam adalah memelihara dan mengembangkan fitrah dan sumberdaya insani yang ada pada subyek didik menuju terbentuknya manusia seutuhnya sesuai dengan norma Islam atau dengan istilah yang lazim digunakan yaitu menuju terbentuknya kepribadian Muslim. Dengan demikian fungsi pendidikan Islam adalah:

a)     Mengembangkan wawasan peserta didik mengenai dirinya dan alam sekitarnya, sehinga dengannya akan timbul kreativitasnya;

b)     Melestarikan nilai-nilai insani yang akan menuntun jalan kehidupannya sehingga keberadaannya, baik secara individual maupun sosial, lebih bermakna; dan

c)     Membuka pintu ilmu pengetahuan dan keterampilan yang sangat bermanfaat bagi kelangsungan dan kemajuan hidup individual maupun sosial.

2.Dasar-dasar dan Tujuan Pendidikan Islam

Yang dimaksud dengan dasar pendidikan di sini ialah pandangan yang mendasari seluruh aktifitas pendidikan baik dalam rangka penyusunan teori, perencanaan maupun pelaksanaan pendidikan. Dasar-dasar Pendidikan Islam adalah:

a) Dasar Tauhid

b) Dasar Kemanusiaan

c) Dasar Kesatuan Umat Manusia

d) Dasar Keseimbangan

e) Dasar Rahmatan Lil ‘Alamin

Sedangkan tujuan pendidikan Islam pada intinya adalah merealisasikan penghambaan kepada Allah dalam kehidupan manusia, baik secara individual maupun sosial.[22] Achmadi merinci tiga hal yang ingin dicapai dan menjadi tujuan tertinggi/terakhir pendidikan Islam. [23]  Tujuan ini bersifat mutlak, tidak mengalami perubahan dan bersifat umum, karena sesuai dengan konsep Ilahi yang mengandung kebenaran mutlak dan universal. Tujuan tertinggi ini pada akhirnya sesuai dengan tujuan hidup manusia dan peranannya sebagai ciptaan Allah, yaitu:

a) Menjadikan hamba Allah yang paling taqwa. Tujuan ini sejalan dengan tujuan hidup dan penciptaan manusia, yaitu semata-mata untuk beribadah kepada Allah.

b) Mengantarkan peserta didik menjadi khalifatullah fil ardl (wakil Tuhan di bumi) yang mampu memakmurkannya (membudayakan alam sekitar) dan lebih jauh lagi, mewujudkan rahmah bagi alam sekitarnya, sesuai dengan tujuan penciptaannya, dan sebagai konsekwensi setelah menerima Islam sebagai pedoman hidup.

c)Untuk memperoleh kesejahteraan, kebahagiaan hidup di dunia sampai di akhirat, baik individu maupun masyarakat.

Dari pengertian, dasar dan tujuan Pendidikan Islam tersebut dapat dimengerti bahwa, dalam pendidikan Islam tidak terdapat “pembedaan” bagi anak berkebutuh

[1] Ditulis oleh Waryono AG, Syuriah PCNU Kota Yogyakarta dan dipubliskasian dalam web pribadinya http://waryono.com.
 
 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Portal ini dikelola oleh Lakpesdam PCNU Kota. Seluruh konten dalam portal ini berlisensi CC-BY-SA-N.
Published by PCNU Yogyakarta
Proudly powered by Blogger